Melejitkan Prestasi Guru melalui Pemanfaatan Internet
Posted by
Aman on Jumat, 06 Oktober 2017
Sabjan BadioAku memarkir kendaraan di depan Stasiun Bantul. Sama sekali tidak ada tanda-tanda bahwa bangunan itu dulunya merupakan tempat pemberhentian kereta. Penggunaannya sudah beralih menjadi warung makan dan bengkel kendaraan. Bangunannya kecil, atapnya berbentuk limasan, sekilas tidak berbeda dengan bangunan-bangunan lain. Tanda-tanda perbedaan hanya terlihat ketika kami merapat ke dinding bangunan. Di sana terlihat bahwa tembok yang menyangga atap banguan itu begitu tebal dan kokoh, jeruji besi dan bentuk lubang anginnya mengingatkan kami pada bangunan-bangunan Belanda.
Setelah cukup mengamati bangunan tersebut, kami pun mencoba mewawancari para pedagang yang berjualan di sekitar stasiun. Berdasarkan informasi mereka, rel kereta api yang menghubungkan stasiun tersebut dengan stasiun-stasiun lain sebenarnya masih ada, terkubur di bawah jalur lambat Jalan Jend. Soedirman bagian timur. Setelah merasa cukup, kami pun kembali ke rumah.
Di perjalanan pulang, masih ada beberapa pertanyaan yang belum terjawab, yaitu tentang tahun pembuatan stasiun, peta jalur, dan beberapa informasi penting lain. Data tersebut tidak kami dapatkan dari warga sekitar. Padahal, hal tersebut penting bagi kami, akan digunakan istriku untuk mengikuti kompetisi menulis cerita pendek yang bertemakan bangunan Belanda. Jadi, kami masih harus memastikan lagi apakah bangunan itu memang bangunan Belanda atau bukan. Jikalau benar, kapan dan oleh siapa bangunan itu dibuat?
Sesampai di rumah, aku pun menghidupkan laptop dan mencoba mengakses internet. Alhamdulillah, aku bersyukur kepada Tuhan, beberapa kekurangan dapat ditemukan melalui mesin pencari. Inilah teknologi, pikirku, begitu memudahkan. Setelah data dirasa cukup, istriku pun mulai menulis. Singkat cerita, kisah ini pun pun berakhir dengan kabar gembira, diakhir kompetisi istriku dinyatakan sebagai juara 1 (informasi tentang hal ini dapat dilihat di www.arsitekturindis.com).
Itu bukan prestasi tunggal istriku, Siska Yuniati, dalam menulis, khususnya yang bersinggungan dengan internet. Berita teranyar (penghujung 2010 ini) menunjukkan bahwa dia menjadi juara II “Lomba Pembuatan Blog Kebahasaan dan Kesastraan Pusat Bahasa Kementerian Pendidikan Nasional”. Berita tentang hal ini dapat dilihat pada laman resmi Pusat Bahasa Kemdiknas.
Itu adalah sekelimut kisah bagaimana internet bisa memudahkan pekerjaan, melancarkan pekerjaan, serta mengorbitkan seorang guru. Masih ada teman-teman guru lain yang menjadi juara nasional dalam berbagai kompetisi dengan memaksimalkan pemanfaatan internet dalam proses penulisan. Beberapa waktu lalu, seorang teman guru dari Sumatra Barat, Marjohan Usman, menerbitkan buku dengan judul School Healing, Menyembuhkan Problem Sekolah. Buku tersebut merupakan kumpulan tulisan beliau yang pernah dipublikasikan di blog pribadinya. Insan Madani menemukan blog tersebut dan menawarkan diri untuk menerbitkannya.
Akan tetapi sayang, di balik cerita-cerita membanggakan tersebut, masih terselip cerita-cerita “duka” berkaitan dengan pemanfaatan internet. Indonesia begitu sering dihebohkan dengan kasus-kasus perselingkuhan, gambar forno, video forno, berita bohong, penipuan, kekerasan, dan pencurian data. Tidak jarang hal-hal negatif tersebut melibatkan dunia pendidikan. Hal-hal ini menunjukkan masih banyak yang belum sadar untuk memanfaatkan internet secara sehat.
Bagi saya, internet itu sebenarnya sehat, tujuannya adalah untuk membantu memudahkan dan melancarkan aktivitas umat manusia. Dengan adanya internet, pengiriman surat yang berbiaya mahal dan memakan waktu lama menjadi begitu cepat dan murah. Dengan internet, publikasi yang serba terbatas menjadi tak terbatas (dengan kehadiran blog, situs berita online, dan situs-situs resmi instansi). Berita online membuat kita bisa mengakses berita secara cepat dan murah (bahkan gratis). Situs-situs instansi membuat kita bisa mengakses berbagai infomasi tentang instansi tersebut tanpa harus datang langsung atau menelepon call center-nya.
Sebagai guru, Ibu Siska Yuniati dan Marjohan Usman saya kira memiliki tugas lain, bahkan tugas utama, selain mengembangkan prestasi ke luar, yaitu mengajarkan kepada para siswanya bagaimana meraih prestasi dengan memaksimalkan pemanfaatan internet. Jika kita fokus kepada tujuan untuk pengembangan diri, aktivitas negatif dalam berinternet akan bisa diredam. Dengan begitu, torehan prestasi para guru tidak akan ke luar saja, melainkan juga dalam lingkungan sekolah itu sendiri, yang tentu saja menjadi prestasi masa depan. Sebab, anak-anak itulah yang kemudian mengenang dan mengukir nama para guru dalam tiap relung ingatan, pahatan karya, dan rasa terima kasihnya.
Tulisan ini merupakan satu di antara pemenang hiburan lomba artikel "Blogvaganza" yang diselenggarakan Telkom Bandung, Blogdetik, dan Internet Sehat (2010).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar